Industri Manufaktur Mengalami Degradasi

Posted by: angga ralali in Berita Industri, Industri Nasional Leave a comment

Industri Manufaktur
Ilustrasi

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah mengeluhkan harga gas yang sangat tinggi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan melambungnya harga gas tersebut telah memicu melemahnya daya saing pada industri nasional, terutama industri baja dan juga petrokimia. Dampaknya, upaya untuk melakukan hilirisasi industry menjadi terhambat.

Harjanto selaku Dirjen Basis Industri Manufaktur (BIM) Kemenperin telah mendesak pemerintah agar merevisi penetapan tentang formulasi pada harga gas untuk industri manufaktur yang belakangan ini kian terpuruk bisa kembali memiliki daya saing, sehingga dapat berkontribusi maksimal untuk perekonomian nasional.

Ia juga mengungkapkan bahwa saat ini industri baja dan juga petrokimia telah mengalami deindustrialisasi atau degradasi. Hal itu terjadi karena terbenani oleh harga gas yang tidak kondusif dan juga kekurangan pasokan gas.

Terutama bagi kawasan industri di Bantaeng, Sulawesi Selatan, disana harga gas dapat mencapai hingga 12 dollar AS per million british thermal unit (mmbtu). Kondisi tersebut yang telah membuat industri tidak dapat berkembang, termasuk untuk hilirisasi.

beberapa negara misalnya Amerika Serikat (AS), Singapura, Jepang dan Malaysia, harga gas alamnya telah turun. AS harganya sudah turun, di Januari 2014 harganya 5 dollar/mmbtu pada Desember 2014 harganya menjadi 2,94 dollar/mmbtu. Begitu juga dengan Jepang, apabila mengacu pada impor gas alam cair (LNG) yang sudah turun dari 15,5 dollar AS/mmbtu menjadi 11,0 dollar AS/mmbtu. Sementara pada gas alam regional Malaysia dan juga Singapura masing – masing hanya sebesar 3,69 dollar AS/mmbtu dan 3,94 dollar AS/mmbtu.

Harga diatas tentunya sangatlah kondusif apabila dibandingkan dengan harga gas bagi industri Indonesia yang saat ini begitu tinggi yaitu 10,2 dollar AS/mmbtu.

“Saat ini kontribusi industri manufaktur terhadap PDB hanya 20,58% yang idealnya telah menyumbang 30 sampai 40%. Dan itu artinya, sekarang ini sedang terjadi masalah fundamental pada industri itu ‘ungkapnya dalam sebuah diskusi bersama Dewan Energi Nasional (DEN) tentang Penggunaan dan juga Pemanfaatan Energi Sektor

Menurut Harjanto, Akibat dari kondisi tersebut, daya saing industri kita akan kian lemah, apalagi jika ditambah dengan minimnya ketersediaan dari infrastruktur dan juga bahan baku. Bahkan, berdasarkan dari peringkat daya saing negara Asia didalam Global Competitiveness Report tahun 2014-2015, Indonesia berada pada urutan ke-34 dari 95 negara di Asia yang telah disurvei.

Walaupun telah mengalami sebuah peningkatan apabila dibandingkan dengan tahun 2013 – 2014 yang saat itu berada pada urutan ke-38 dari 88 negara, tetap saja daya saing kita masih kalah apabila dibandingkan dengan Negara – negara ekonomi utama di ASEAN seperti Singapura di urutan ke-2, Malaysia di urutan ke-20, dan Thailand urutan ke-31.

Harga Gas yang Pantas

Ia mengatakan bahwa para pelaku industri telah meminta agar harga gas diturunkan menjadi 5 dollar AS/mmbtu. Dia juga menjelaskan, hal tersebut akan diteruskan kepada kementerian yang terkait agar selanjutnya dapat disesuaikan formulasi harga gas yang pantas bagi industri.

“Intinya, harga gas bagi industri haruslah mendukung pertumbuhan industri itu sendiri, agar industri dapat bertumbuh melampaui dari pertumbuhan ekonomi nasional”. uangkapnya.

Anggota DEN, Sony Keraf, menambahkan bahwa selama ini industri sulit berkembang dikarenakan persoalan tarif energi yang tidak mendukung. mestinya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kurang mendukung pertumbuhan industri khususnya dalam hal menetapkan harga energi yang terkesan tak sesuai.

Dia juga menjelaskan agar harga gas bisa sesuai dengan industri jadi perlu transparansi untuk menetapkan harga energi. Sebab, saat ini sektor hilir meminta agar harga gas turun, jadi untuk menyesuaikan hal itu dibutuhkan transparansi harga untuk nantinya dapat diketahui berapa harga yang paling cocok bagi sektor hilir.


Sumber : Kemenperin.go.id